Pekerjaan petani kadang menjadi pekerjaan yang direndahkan. Banyak orang ogah jadi petani, dan itu realita. Di kampung banyak petani yang sedih kalau anaknya jadi petani juga. Maunya anaknya jadi PNS, tentara, min. Buruh. Makanya sejak zaman pak Harto arus urbanisasi ke kota industri Jakarta dan Bekasi pesat sangat. Hingga ada kampung yang pemudanya kosong, habis, ludes gegara banyak yang pilih ke kota kerja di pabrik ketimbang di desa mengolah lahan warisan orang tua.

Padahal pertanian itu adalah koentji dari roda kehidupan. Tanpa kemajuan pertanian, tak ada negara yang bisa bertahan lepas dari pengaruh negara lain. Kemerdekaan itu sejatinya swasembada pangan, apalagi untuk negara yang tongkat di lempar tumbuh daun dan umbi bisa dimakan (ketela). Negara yang tak punya kunci kunci di bidang pertanian dan kemandirian pangan, kalau perang mudah kolaps…mau makan apa pasukan? Ndak usah perang terbuka, kena perang larangan impor saja bisa makan batu rakyatnya. Dan itu sengsara. Belum kalau dihajar pandemi dan krisis moneter, ingat! Uang memang bisa membeli nasi, tapi kalau nasi itu tak ada kita tak bisa makan itu uang.
Melihat banyaknya rekan rekan publikasi sebagai alumni IPB (Institut PERTANIAN Bogor) yang sudah meraih peringkat 1 sebagai Universitas terbaik di Indonesia saya ucapkan selamat. Tapi bukan selamat atas prestasi nya, melainkan SELAMAT berpikir apa kontribusi universitas yang pakai nama PERTANIAN bagi pertanian di Indonesia. Juga kontribusi para alumninya. Jangan sampai alumni nya ini jijik sama tanah dan akhirnya lebih milih kerja di bank ketimbang bertani, meskipun gelar kesarjanaan nya pertanian, peternakan. Atau ada yang alumni FE IPB justru malah kerja di lembaga keuangan Ribawi yang malah kerjanya bikin petani ngutang, bangkrut, tanah disita, dan akhirnya mblangsak. Karena gaya hidup keren lebih penting ketimbang idealisme nama almamater, apalah arti sebuah nama. Baiknya posting SAYA ALUMNI IPB disertai keterangan inilah yang sudah saya lakukan untuk memajukan pertanian Indonesia. Ya minimal punya kebun sayur dirumah udah jempolan deh.
Eh Btw saya juga dulu pernah mencicip masuk IPB, meskipun akhirnya lebih tertarik melanjutkan sebagai Guru Biologi di UNJ akhirnya yang IPB saya pasrahkan karena ga mungkin kuliah disana, cost nya gak sampai. Qodarullah ayah terbaring sakit dan musti cari nafkah untuk keluarga. Dan saya tau IPB itu kampus yang besar, bagus, high quality…dan saya harapkan bisa mengawal kemajuan pertanian di Indonesia. Tapi belum dengar komentar orang IPB terhadap Omnibus law, penasaran ajah.
Petani itu hebat, kakek saya petani, Mbah buyut saya petani, bahkan dulu saat saya kecil, rumah saya tanah hanya 60 meter persegi, yang 15 meter persegi buat bangunan rumah, 15 meter persegi buat saya ternak ayam, dan 30 meter persegi buat ortu saya nanem bayam, oyong, singkong, yang mana tiap bulan ada aja yang dipanen. Meskipun tidur dah kayak kaleng sarden tetap happy. Mbah Mbah saya juga petani, kulitnya terbakar matahari, kaki kapalan, tapi hebatnya mereka mati tidak ada yang meninggalkan utang, bahkan mewariskan lahan, pekarangan, sawah ke anak anaknya. Luar biasa itu petani.
Dan perlu anda tau, kalau ngitung amal ibadah bisa jadi petani punya sodaqoh yang paling besar. Tanah yang luas sama mereka dibuat sawah itu sudah menyediakan oksigen yang banyak untuk manusia dan juga makhluk hidup lainnya. Setiap detik setiap waktu sodaqoh oksigen mereka tak terhitung jumlahnya. Belum ekosistem yang mereka buat menjadi tempat hidup banyak makhluk Allah, tanaman yang mereka tanam sampai ke tanaman liarnya pun jadi sumber makanan mulai dari serangga, burung, belut, sampai manusia sekelas presiden pun pasti makan makanan yang ditanam petani. Dan itu semua kalau mereka niatkan ibadah pahala nya berapa banyak? Ya Allah malu kita, baru bisa ibadah bagi takjil aja dah direkam bikin channel you tube, baru umroh via travel dapat diskon aja fotonya berlimpah di medsos, pahala habis disitu. Petani ada dia pamer sedekah oksigen? Kagak ada. Nah disanalah kemuliaan mereka.
Semoga ada menteri pertanian yang punya ideologi membawa petani makmur, sehingga banyak orang yang berminat jadi petani dan kita bisa swasembada pangan. Kalau kita bisa swasembada insyaAllah ekonomi lebih stabil, kalau ekonomi stabil kemakmuran akan lebih merata, kalau kemakmuran merata, hal hal riba tak bisa jadi primadona lagi, dan Indonesia bisa merdeka, gemah ripah loh jinawi.
Share:
belajar asyik

Bima Ariyo

Seorang Guru, Desainer, Motivator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *