Kurikulum 2013, waktu saya mengajar di tahun 2013 itu bagus bener sampai dibuat iklan layanan masyarakatnya. Saya berdecak kagum seakan akan siap menyongsong era baru revolusi pendidikan. Setelah 10 tahun akhirnya dia berganti dan yang saya kecewa kurikulum 2013 ini berkali-kali direvisi bahkan hingga 2018 pun ada revisinya. Bahkan lucunya kekurangan kurikulum 2013 ini diobok obok sebagai alasan harusnya ada kurikulum pengganti. Kontradiksi dengan promosinya waktu dulu awal diluncurkan.

Jejak-jejak promosi bisa kita saksikan pada video berikut ini:

kurikulum 2013 di Indonesia telah mengalami beberapa revisi. Berikut adalah beberapa periode revisi yang signifikan:

  1. 2013: Kurikulum 2013 diperkenalkan dan diimplementasikan.
  2. 2016: Terjadi revisi pada tahun 2016 untuk memperbaiki beberapa aspek pelaksanaan dan memberikan ruang lebih besar bagi sekolah untuk menentukan kurikulum sesuai konteks mereka.
  3. 2018: Terdapat revisi lebih lanjut pada tahun 2018, yang mencakup penyesuaian dalam hal muatan lokal, pengurangan materi pelajaran, dan penyederhanaan struktur kurikulum.

Dapat kita lihat bahkan dalam periodisasi 10 tahun kurikulum 2013 diterapkan, hampir setiap tiga tahun terjadi revisi padahal SD itu jenjangnya enam tahun, dalam artian belum tuntas mereka lulus jenjang diatasnya sudah mengalami revisi dan berubah linearitas pembelajarannya.

Umumnya alasan revisi kurikulum adalah karena hasil evaluasi dimana kurikulum harus ditingkatkan pada beberapa aspek atau hasil refleksi penerapan di lapangan dimana efektivitas kurikulum harus diperbaiki. Dalam hal ini berarti konseptor kurikulum belum faham kondisi landskap pendidikan Indonesia secara holistik di lapangan dan prediksinya 10 tahun ke depan. Karena kurikulum yang baru tester versi beta baiknya jangan dipromosikan dan diterapkan langsung ke seluruh negeri. Imbasnya pada aspek peserta didik dan guru yang harus berjuang mengikuti dinamikanya selain juga mengikuti dinamika perkembangan zaman.

Revisi kurikulum kadangkala juga menjadi sisi kritis dari masyarakat pada umumnya. Revisi kurikulum dianggap sebatas proyek bernilai milyaran bahkan lebih. Saya merasakan hal itu sebagai pendidik, pengelola sekolah, dan juga orang tua murid. Pernah dimana saya merasa revisi pada kurikulum 2013 proses revisinya hanya memindahkan BAB saja semisal materi pelajaran dari kelas 12 ke kelas 10, kelas 11 ke kelas 12, kelas 12 ke kelas 11 dengan ada atau tanpa perubahan yang signifikan pada konten maupun tujuan pemeblajaran. Hal ini bisa anda bandingkan misal pada pembelajaran matematika kurikulum 2013 lintas revisi dan komparasinya dengan kurikulum 2006.

Dikarenakan pengadaan buku kurikulum 2013 dilakukan oleh sekolah untuk peserta didik menggunakan dana BOS, maka manakala posisi materi pelajaran berubah, maka buku di sekolah menjadi beragam versi pada jenjang yang sama. Hal ini menjadi kelakar tersendiri bagi sekolah, kelelahan tersendiri bagi guru, kebingungan pada murid. Bahkan bisnis pendidikan seperti bimbingan belajar pun bingung manakala menerima peserta didik dari beragam sekolah yang ternyata penerapan kurikulum 2013 nya berbeda-beda. Ada yang masih 2013 awal karena belum dilakukan pengimbasan kurikulum versi terbaru, ada yang kurikulum 2013 revisi 2016 dan saat dilihat capaian materi pembelajarannya berbeda-beda semua. Sehingga kurikulum 2013 yang disingkat menjadi “KURTILAS” dijadikan kelakar menjadi “kurikulum tidak jelas”.

Akhir revisi kurikulum 2013 di tahun 2018, Kemendikbud merencanakan revisi berikutnya di tahun 2021. Namun Covid menyerang di tahun 2020 sehingg 2 tahun kemudian justru muncul kurikulum darurat era pandemi covid, disusul 1 tahun kemudian kurikulum prototipe, dan akhirnya 1 tahun setelahnya dimantapkan menjadi kurikulum merdeka. Dibedahlah itu kurikulum 2013, kelemahannya, kekurangannya, kegagalannya, bahkan hingga skor PISA yang dijadikan andalan dalam alasan mengapa kurikulum harus berubah.

Bagaimana sih sesungguhnya skor PISA pada lintas kurikulum di Indonesia? Mungkin grafik ini bisa menjawab:

Bisa kita lihat selama era sebelum 2006 skor PISA mengalami peningkatan yang signifikan. Juga memasuki kurikulum 2006 hingga 2013 dan memasuki kurikulum merdeka. Bagaimana menurut para pembaca? Mungkin ada intrepretasi tersendiri dalam benak masing-masing ya sesuai dengan kepentingan tata kelola dan karir yang sedang kita jalani. Sebenarnya skor PISA ini sepenting apapun tak terlalu penting jika yang dihadirkan adalah tingkat putus sekolah. Karena untuk apa hasil skor PISA yang tinggi namun dibalik semua itu jutaan anak putus sekolah.

Karena peningkatan kualitas pendidikan itu tak hanya diukur dari hebatnya kurikulum, kurikulum hebat namun banyak yang putus sekolah buat apa? Karena bisa jadi sekolahnya tidak mendapat sentuhan fasilitas terbaik dan dibangun untuk menampung peserta didik serta membuat mereka nyaman di sekolah. Kualitas bisa juga diukur dari fasilitas buku ajar yang menarik minat peserta didik untuk membaca atau dari penyediaan perangkat berteknologi di sekolah (perangkat yang dimaksud adalah perangkat yang dipakai guru di sekolah dan bukan aplikasi untuk menambah kerjaan guru) dan yang tak kalah penting juga gaji guru serta kesejahteraannya agar kemerdekaan itu lekas terwujud tanpa embel embel kurang anggaran.

Harapan saya kurikulum merdeka tidak ada revisi serta tim penyusunnya adalah benar benar orang handal yang bisa memetakan landskap pendidikan di negara yang saya cintai ini secara holistik dan tak lupa mampu memprediksi dinamika zaman 10 tahun mendatang. Tujuannya agar optimal diterapkan. Guru cukup dihadapakan pada dua dinamika, dinamika perkembangan zaman serta dinamika pergantian kurikulum. Jangan disertai dinamika revisi kurikulum juga karena dianggap masih lubang sana sini dan harus ditambal. Kalau masih direvisi ya jangan masuk ke kurikulum merdeka dulu, jangan digembar gemborkan dulu, apalagi mendistribusikan promosinya sebagai kewajiban para guru agar menjadi masif dalam waktu singkat melalui berbagai program pergerakan.

MERDEKA BELAJAR, BELAJAR MERDEKA

Share:
belajar asyik

Bima Ariyo

Seorang Guru, Desainer, Motivator

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *