Pengalaman terpapar Covid menjadi kisah tersendiri bagi semua orang yang pernah terinfeksi. Khususnya yang bergejala sedang hingga parah. Ada yang tidak bertahan hidup dan terpaksa berguguran sebagaimana dapat kita saksikan pada website WORLDOMETERS COVID 19 .
Kisah paparan virus mulai dari proses penularannya hingga mencederai paru-paru, menyebabkan infeksi hingga gagal nafas, mekanisme imunitas tubuh, serta reaksi yang terjadi pada pembuluh darah sudah kita bahas pada tulisan yang pertama. Bisa dibaca pada: SERBA – SERBI COVID PART 1
Saat saya dan keluarga terpapar Covid hampir semuanya bermasalah pada sistem pernafasan. Oksimeter kami gunakan bergantian untuk memantau kondisi saturasi. Dari kami yang paling parah adalah Ayah saya (Rahimahullah, yang mana akhirnya wafat akhir Juli 2021), Ibu saya (yang juga punya komorbid tekanan darah tinggi dan gangguan pernafasan), serta Istri saya (yang sedang hamil 8 bulan). Ketiganya sangat darurat kan oksigen. Pada hari ke-14 semua bisa pulih kecuali Ayah saya yang mana juga punya komorbid diabetes melitus terpaksa dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulan setelah saturasinya sudah naik padahal sudah dibantu tabung oksigen. Pada saat itu rumah sakit dimana-mana penuh, akhirnya kami mendapatkan tempat rawat di Cikarang tepatnya di RS Medirosa. Ayah saya sempat dirawat 11 hari di ruang isolasi Covid dan 6 hari di ruang ICU (Intensive Care Unit). Qodarullah tak dapat bertahan karena terkena serangan jantung beberapa kali dan akhirnya wafat Jumat, 30 Juli 2021. Yang harus jadi perhatian kita semua adalah Covid ini akan sangat mematikan apabila sudah menyerang berbagai organ dan mengakibatkan gagal fungsi sebagaimana poster berikut ini:
Virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19 menyerang sangat brutal ke berbagai organ tubuh. Selain itu juga virus ini tak peduli inang yang diserangnya, baik tua, muda, sehat, atau memiliki komorbid. Saat saya terinfeksi virus, sekeluarga yang kontak erat semua bergejala mulai dari orang tua, istri, adik-adik yang masih lajang, hingga anak-anak saya yang masih dibawah 8 tahun. Perbedaannya hanyalah efeknya ada yang tanpa gejala, gejala ringan, gejala sedang, hingga gejala berat. Untuk membedakan ketiga gejala tersebut bisa kita perhatikan gambar berikut ini:
Waspada jika sudah terkena ciri gejala berat, segera bawa ke rumah sakit. Pasien bergejala berat hampir sering mencapai kematian akibat tidak ditangani dengan tepat. Seperti kisah orang yang saya kenal, saturasi oksigen sudah 37, nyeri dada, sesak nafas dan baru akan dibawa ke rumah sakit. Sebelum tiba di rumah sakit sudah meregang nyawa. Juga termasuk Ayah saya yang memiliki beragam komplikasi ternyata hanya bertahan kurang dari 20 hari meskipun sudah masuk ICU. Yang paling berbahaya virus Covid-19 ini sudah bermutasi menjadi beragam mutan.
Makin bermutasi virus Covid-19 ini makin besar R0 nya. Basic reproduction number (R0) merupakan parameter yang mengindikasikan penularan pada saat belum ada intervensi. Saat awal pandemi di Wuhan, virus Covid ini memiliki R0 di angka 2. Artinya setiap satu orang penderita Covid dapat menularkan ke dua orang. R0 Covid-19 varian delta saat ini sudah 5 s.d. 8. Artinya setiap orang dapat menularkan ke 5 s.d. 8 orang atau rata-rata 7 orang. Kemudian masing-masing dari 7 orang tersebut dapat menularkan ke 7 orang lainnya dan dalam sepekan jika tidak diberikan tindakan pembatas maka virus Covid-19 akan menular ke 800.000 orang lebih. Dan hal itulah yang menjadikan virus ini menjadi sangat menular.
Bagaimana proses pemulihan setelah terpapar covid-19? Ternyata setelah sembuh dari virus corona, pengidap masih bisa merasakan beberapa gejala. Mulai dari kehilangan rasa atau penciuman, takikardia, nyeri dada, sesak napas, kelelahan ekstrem, masalah kognitif, hingga demam berulang. Seperti dilansir dari The Pharmacy Times, disebutkan 87,4 persen orang yang pulih dari infeksi COVID-19 masih melaporkan mengalami setidaknya satu gejala seperti kelelahan dan sesak nafas. Pada saat pemeriksaan rawat jalan, hanya 12,6 persen penyintas corona yang benar-benar bebas dari gejala apapun. Ada sekitar 44,1 persen penyintas corona yang mengalami penurunan kualitas hidup. 27,3 persen mengalami nyeri sendiri dan 21,7 persen alami nyeri dada (Halodoc). Dari gambaran tersebut bisa dipastikan paru-paru penderita Covid-19 sulit untuk berfungsi normal seperti sebelumnya. Apalagi jika mengalami kondisi berat saat terinfeksi. Sehingga ada istilah long covid syndrome, yang mengharuskan para penyitas Covid-19 (orang yang pernah terpapar Covid-19) untuk tetap melakukan kontrol ke dokter meskipun dianggap sudah sembuh dan tidak dapat menulakan lagi penyakitnya ke orang lain.
Selain virus Covid-19 menyerang paru-paru dan saluran pernafasan, mereka juga berpotensi menyerang bagian lain pada tubuh. Diantaranya adalah epitel usus (yang kelak akan memunculkan gejala diare), endotelium (lapisan dinding pembuluh darah), ginjal, dan jantung. Hal ini dikarenakan bahwa virus ini memasuki sel yang diinfeksinya melalui suatu reseptor di permukaan sel yang disebut Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2). Apa itu ACE? Angiotensin converting enzyme 2 (ACE2) adalah enzim yang menempel pada permukaan luar (membran) sel-sel di beberapa organ, seperti paru-paru, arteri, jantung, ginjal, dan usus. ACE2 bekerja mengkatalisis perubahan angiotensin II (suatu vasokonstriktor peptida) menjadi angiotensin 1-7 (suatu vasodilator). ACE2 melawan aktivitas enzim angiotensin converting enzyme (ACE) dengan mengurangi jumlah angiotensin-II dan meningkatkan Angiotensin (1-7) (1). Angiotensin (1-7) bekerja pada reseptornya dan memberikan efek vasodilatasi. Dengan demikian, enzim ACE dan ACE2 bekerja secara berlawanan dalam pengaturan tekanan darah (https://farmasi.ugm.ac.id/)
Ganas nian virus ini dikarenakan dapat dengan mudah menginfeksi beragam organ tubuh. Salah satu diantaranya manakala virus menginfeksi sel endotelium pembuluh darah. Sel endotelium ini berfungsi mengatur tekanan darah, mencegah peradangan, dan menghambat pembekuan darah. Di bawah lapisan endotelium pembuluh darah terdapat lapisan kolagen. Jika lapisan pembuluh darah ini rusak maka kolagen akan terekspos dan memiliki peluang bersentuhan dengan trombosit. Hal ini akan mengaktifkan respon pembekuan darah. Pembekuan darah yang rusak juga akan mengakibatkan darah mengalir ke ruang antar sel. Dan mengakibatkan pembekuan darah dimana-mana akibat trombosit (keping darah) mengenai lapisan kolagen.
Rusaknya lapisan endotelium di sekitar organ dapat mengakibatkan terganggunya pasokan oksigen ke dalam organ tersebut. Hal ini terjadi pada banyak organ tubuh apabila virus Covid-19 telah sukses melakukan kerusakan pada banyak tempat di tubuh inangnya. Jika terus berlanjut dan tidak terkendali maka terjadilah multiorgan failure.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan kerusakan endotelium pembuluh darah mengakibatkan Uncontrolled Clotting (pembekuan darah yg tidak terkontrol). Hal inilah yang dapat mengakibatkan penyumbatan-penyumbatan pada pembuluh darah. Hal tersebut memicu berbagai gangguan pada tubuh khususnya gangguan kardiovaskular, stroke (bilamana sumbatan terjadi pada pembuluh darah di otak), hingga serangan jantung (saat sumbatan terjadi di arteri koronaria). 😭😭😭
Saya pun teringat Ayahanda tercinta, yang wafat karena tiga kali serangan jantung akibat Covid-19 ini. Padahal Ayahanda pasien diabetes dengan diet ketat yang rendah lemak dan kolesterol serta kerap kali berolah raga untuk menurunkan kadar gulanya yang pada tahun 2006 pernah mencapai angka 800 (normalnya 120) hingga ke angka normal. Jadi jangan dibilang sakit jantung dicovidkan atau stoke dicovidkan. Karena memang efek dari infeksi Covid-19 ternyata bisa sejauh ini. Bahkan ada yang hingga komplikasi multiorgan karena memang sebelum covid sudah memiliki rekam jejak penyakit/komorbid beresiko tinggi.
Dalam kondisi ini dimana berbagai organ mengalami gangguan, mekanisme transportasi yang bertanggung jawab atas suplai logistik nya (oksigen dan sumber makanan) juga terganggu, dan area pernafasan juga terkendala sesak. Otak akan menerjemahkan kondisi darurat penuh untuk seluruh tubuh. Seolah upaya sudah sampai ambang batas untuk menetralisir Covid-19 ini. Oleh karena itu, pusat imunitas yang dalam hal ini berperan sebagai Panglima perang tubuh dengan terpaksa mengeluarkan senjata pamungkas yang sangat beresiko yaitu he Cytokine Storm (Badai Sitokin). Harapannya senjata ini dapat memusnahkan semua virus dalam satu waktu.
Sitokin merupakan salah satu bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sitokin seharusnya berfungsi melindungi tubuh dari infeksi. Namun, pada kondisi yang salah, keberadaan sitokin justru dapat membahayakan jiwa. Dalam kadar yang normal sitokin akan membantu tubuh dalam mengatur imunitas dan respon peradangan, namun jika diproduksi dengan sangat banyak dalam waktu singkat akan memicu banyak peradangan. Virus nantinya memang akan mati namun tubuh menjadi lebih rentan terhadap serangan mikroba lainnya. Pada akhirnya sistem imunitas juga akan bekerja keras untuk menetralisir berbagai mikroba yang masuk.
Usai terjadinya peradangan dimana mana pasca badai sitokin, prognosis (prediksi perkembangan penyakit dalam tubuh pasien) umumnya makin memburuk. Risiko kematian meningkat akibat komplikasi maupun serangan penyakit lainnya. Disinilah ada istilah sulit untuk bertahan. Dan kemudian dokter akan berkata “maaf kami sudah berupaya dengan maksimal.”
Semuanya menjadi pengalaman yang sangat berharga saat saya benar-benar mengalaminya. Ayah saya di hadapan mata saya merasakan setiap tahapan dari tulisan-tulisan ini hingga akhir hayatnya. Saya saksikan dari balik kaca ruang ICU Covid RS Medirosa Cikarang. Seraya menatap pilu sosok yang saya cintai dipasangi berbagai alat yang setiap denyutnya saya nantikan perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Manakala semua alat tersebut menunjukkan garis lurus, berderailah air mata ini. Semua kesedihan tumpah saat itu juga dari balim kaca ruang ICU. Dihadapan para tenaga medis yang bersusah payah mencoba keajaiban agar jantung Ayah kembali berdetak, namun takdir Allah berkata lain. Ayah saya harus kembali ke pangkuanNya.
BERSAMBUNG…
(Episode 3: ADA APA DENGAN CORONA? SERBA – SERBI COVID-19 (PART 3)
Berisi pengalaman saya berjuang melawan Covid-19. Ditulis sambil menahan sesak akibat infeksi Covid-19 dan linangan air mata kehilangan Ayah tercinta. Semoga bermanfaat bagi yang belum terkena Covid agar bisa lebih waspada jika diri atau keluarga terserang Covid-19. Pada part 3 ini akan saya paparkan terkait donor plasma yang bisa jadi harapan dan obat sakti yang harganya memaksa saya untuk menggadaikan sertifikat rumah.
Untuk lebih memahami ilustrasi terkait Infeksi Covid-19 dan Badai Sitokin. Dapat melihat video berikut ini!